Celaan Terhadap Sikap Kemewahan
CELAAN TERHADAP SIKAP KEMEWAHAN
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.. Amma Ba’du:
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : وَاِذَآ اَرَدْنَآ اَنْ نُّهْلِكَ قَرْيَةً اَمَرْنَا مُتْرَفِيْهَا فَفَسَقُوْا فِيْهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنٰهَا تَدْمِيْرًا (الإسراء: 16)
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. [Al-Isra/17 : 16].
Kata Al-Mutrif: bermakna orang yang menikmati secara mewah dan berlebihan dalam kelezatan dan dunia dan syahwatnya. Maksudnya adalah Allah memerintahkan kepada orang-orang hidup ewah ini untuk melakukan ketaatan kepada Allah namun mereka enggan melaksanakan perintah tersebut bahkan mereka berbuat kefasikan dan kerusakan maka mereka berhak mendapat siksa dan kehancuran. Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberitahukan tentang kehidupan orang-orang yang mewah ini bahwa datang kepada mereka ayat-ayat Allah dan mereka diperingatkan dengannya namun mereka sombong dan berpaling darinya maka Allah-pun mengazab mereka.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : حَتَّى إِذَا أَخَذْنَا مُتْرَفِيهِمْ بِالْعَذَابِ إِذَا هُمْ يَجْأَرُونَ * لَا تَجْأَرُوا الْيَوْمَ إِنَّكُمْ مِنَّا لَا تُنْصَرُونَ * قَدْ كَانَتْ آيَاتِي تُتْلَى عَلَيْكُمْ فَكُنْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ تَنْكِصُونَ * مُسْتَكْبِرِينَ بِهِ سَامِرًا تَهْجُرُونَ (المؤمنون: 64-67)
Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al Qur’an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling ke belakang, dengan menyombongkan diri terhadap Al Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. [Al-Mu’minun/23: 64-67].
Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberitahukan bahwa hidup mewah adalah sifat orang-orang kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : وَأَصْحَابُ الشِّمَالِ مَا أَصْحَابُ الشِّمَالِ * فِي سَمُومٍ وَحَمِيمٍ * وَظِلٍّ مِنْ يَحْمُومٍ * لَا بَارِدٍ وَلَا كَرِيمٍ (الواقعة: 41-45)
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. [Al-Waqi’ah/56: 41-45].
Maksudnya mereka hidup mewah dan terjerumus pada syahwat dan kelezatan duniawi. Dan Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan bahwa kehidupan yang mewah akan berdampak buruk bagi kehidupan duniawi dan akherat. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang Nabi Shaleh pada saat dia memberikan peringatan kepada kaum Tsamud dan mereka adalah bangsa arab yang menempati kota batu yang terletak antara lembah Al-Qura dan negeri Syam, tempat tinggal mereka cukup terkenal dan sekarang disebut dengan mada’in Shaleh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
قال الله تعالى : أَتُتْرَكُونَ فِي مَا هَاهُنَا آمِنِينَ. فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ وَزُرُوعٍ وَنَخْلٍ طَلْعُهَا هَضِيمٌ. وَتَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا فَارِهِينَ (الشعراء: 146-149)
Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, di dalam kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin; QS. Al-Syu’ara’: 146-149.
Sehingga firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan:
قال الله تعالى : فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ (الشعراء: 158-159)
maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. [Asy-Syu’ara/26: 158-159].
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Allah subhanahu wa ta’ala berkata guna memberitahukan dan memperingatkan mereka bahwa siksa Allah turun kepada mereka, serta mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka berupa rizki-rizki yang melimpah ruah, menjadikan mereka dalam aman dari segala bahaya, mencurahkan bagi mereka kebun-kebun yang penuh dengan tanaman, dan mengalirkan bagi mereka mata air yang mengalir deras serta memberikan mereka tanaman dan buah-buahan, oleh karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَنَخْلٍ طَلْعُهَا هَضِيمٌ
((dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut))
Ibnu Katsir berkata yaitu pada saat dia basah dan menjulur dan selain itu kalian pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Ibnu Abbas dan ulama yang lainnya berkata memahatnya dengan baik, di dalam riwayat yang lain disebutkan memahatnya dengan rakus dan melwati batas. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Mujahid dan jama’ah ahli tafsir dan tidak ada kontradiksi antara kedua pendapat tersebut. Sebab sesungguhnya mereka menjadikan rumah-rumah yang terukir di atas gunung-gunung tersebut secara liar melampui batas, demi kesombongan dan berlaku sia-sia bukan untuk tempat tinggal dan mereka sangat profesional dalam memahat dan mengukir batu-batuan tersebut, seperti itulah yang disimpulakn tentang keadaan mereka bagi orang yang pernah melihat tempat tinggal mereka”.[1]
Yang menjadi penekanan kita adalah bahwa mereka terjebak dalam pola hidup yang mewah sehingga memabawa mereka mendustakan para rasul lalu akibat mereka adalah kebinasaan di dunia dan akherat.
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa di hari kiamat kelak orang-orang yang hidup mewah akan melupakan semua kenikmatan yang pernah mereka nikmati selamat hidup di dunia.
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
Akan ditangkan pada hari kiamat kelak seorang penghuni neraka yang keadaannya paling mewah selama hidup di dunia, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam api neraka, kemudian dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam apakah engkau pernah merasakan sedikit kenikmatan saat hidupmu?. Apakah suatu kenikmatan telah menghampirimu saat hidup di dunia?. Lalu dia berkata: Tidak wahai Tuhanku. Lalu didatangkanlah orang yang paling sengasara hidupnya di dunia namun dia termasuk penduduk surga, lalu orang tersebut dicelupkan satu kali celupan di dalam surga dan dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan satu kesengsaraan di dalam kehidupanmu? Apakah engkau telah mengalami hidup sengsara?. Maka dia berkata: Demi Allah tidak pernah wahai Tuhanku aku tidak pernah merasakan kesengsaraan sedikitpun dan aku tidak pernah hidup sengsara sedikitpun”.[2]
ولقد كان نبينا محمد – صلى الله عليه وسلم – من أبعد الناس عن الترف، روى البخاري ومسلم من حديث عمر- رضي الله عنه -: أنه أتى النبي – صلى الله عليه وسلم، فرآه على رمال حصير قد أثر بجنبه، فابتدرت عيناه بالبكاء، وقال: يا رسول الله هذا كسرى وقيصر فيما هما فيه، وأنت صفوة الله من خلقه، وكان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – متكئًا فجلس، وقال: “أو في شك أنت يا ابن الخطاب؟”، ثم قال – صلى الله عليه وسلم -: “أولئك قوم عجلت لهم طيباتهم في حياتهم الدنيا”، وفي رواية: “أما ترضى أن تكون لهم الدنيا ولنا الآخرة
Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling jauh dari pola hidup mewah, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Umar radhiyallahu anhu bahwa dia mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan melihat beliau tertidur bertikar pasir dan membekas pada pinggang beliau, maka kedua matanya menangis dan berkata: Wahai Rasulullah para raja dan kaisar hidup dalam kemewahan mereka dan engkau adalah makhluk pilihan Allah. Saat itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berbaring lalu baliu duduk dan bersabda: Apakah engkau meragukan ajaran yang aku bawa wahai Ibnul Katab?. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: Mereka adalah kaum yang kebaikannya disegerakan pada kehidupan duniawi, di dalam sebuah riwayat disebutkan: Apakah engkau tidak rela jika mereka mendapat dunia dan kita mendapatkan akherat”.[3]
Di antara cermin kehidupan mewah pada zaman kita sekarang ini adalah tenggelam dalam memenuhi kebutuhan sekunder secara berlebihan, contohnya sebagian keluarga merubah perabot rumah tangga pada setiap tahunnya sekalipun perabot yang lama masih layak padahal mereka mempersiapkan biaya yang sangat besar untuk urusan tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah sebagian keluarga berupaya membeli makanan dan minuman setiap harinya dari rumah makan-rumah makan yang mahal padahal dia tidak membutuhkan hal tersebut.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah adanya kaum wanita yang selalu mengganti pakian secara terus menerus dalam setiap pesta dan resepsi pernikahan, walaupun pakaian tersebut tidak dimanfaatkan kecuali satu kali saja, walau mereka harus membayar mahal dengan pola hidup seperti itu.
Di antara bentuk kemewahan itu adalah adanya sebagian masyarakat yang berwisata pada setiap tahunnya, dan mereka membayar biaya yang malah untuk keperluan tersebut walaupun harus berhutang. Banyak lagi bentuk-bentuk kemewahan lainnya.
Di antara dampak negatif dari pola hidup mewah adalah:
Pertama : Munculanya berbagai macam penyakit seperti penyakit kegemukan, penykait liver dan stroke dan lain-lain.
Kedua : Pola hidup seperti ini akan menjerumuskan kepada kemalasan, hidup santai dan bergantung kepada dunia sehingga akan mempermudah bagi musuh untuk menguasai umat ini, merusak aqidah mereka, mengeksploitasi kekayaan alam yang tersimpan di dalam negara mereka. Dan umat Islam harus memperoyeksikan diri mereka sebagai umat yang pejuang, kuat dan mempersiapak diri mereka untuk berdakwah kepada Allah dan menyebarkan agama ini di bumi belahan barat dan timur dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kesyirikan menuju cahaya tauhid dan hal ini tidak akan pernah terwujud kecuali dengan kerja keras bukan dengan hidup mewah dan santai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ (التوبة: 105)
Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, [At-Taubah/9: 105].
Ketiga : Hidup mewah akan mengakibatkan tersalurnya smber daya dan potensi umat ini pada perkara yang tidak mendatangkan manfaat, dan umat ini sangat membutuhkan pemanfaatan kekayaan ini guna membangun kekuatan ekonomi dan militer sehingga menjadi umat yang memiliki harga diri di hadapan negara-negara lain.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ (الأنفال: 60)
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu”. [Al-Anfal/8: 60]
Keempat : Hidup mewah akan membuat umat ini menjadi lemah dan menggantungkan diri pada uluran tangan orang lain, tidak berdiri pada pada sumber daya pemuda dan potensi mereka. Keadaan ini akan memaksa mereka untuk tunduk pada kekuatan musuh mereka, kekayaan mereka akan terperas, agama mereka akan rusak dan banyak kerusakan lainnya.
Hal ini terjadi jika pola hidup mewah tersebut hanya terbatas pada perkara-perkara yang mubah namun jika sudah mengarah pada perkara yang diharamkan maka perkaranya menjadi lebih bahaya lagi, itulah lonceng kehancuran dan kebinasaan sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat sebelumnya.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[Disalin dari ذم الترف Penyusun : Syaikh Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah : Muzaffar Sahidu, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah IslamHouse.com 2013 – 1434]
_______
Footnote
[1] Tafsir Katsir: 3/343
[2] Shahih Muslim: no: 2807
[3] Al-Bukhari: 3/313 no: 4913 dan Muslim: 2/1105 no: 1479
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/91686-celaan-terhadap-sikap-kemewahan.html